Selasa, 27 Mei 2008

Aristoteles


Pendahuluan

Aristoteles (382-322 SM) merupakan filsuf pertama yang melakukan usaha penertiban pikiran manusia dengan membuat kategori-kategori dari benda-benda. Ia juga menunjukkan bahwa pikiran manusia memiliki kemampauan untuk berpikir secara sistematis dan logis. Silogisme, salah satu bentuk inference yang masih digunakan hingga kini, merupakan hasil pemikiran Aristoteles.

Dapat dikatakan bahwa Aristoteles adalah peletak dasar dari sistematika berpikir manusia. Berbagai buah pikirannya dalam bidang logika masih menjadi rujukan hingga saat ini. Mulai dari penjelasan tentang abstraksi, 10 kategori tentang ‘ada’, sampai ke pembuatan definisi. Pemikiran Aristoteles banyak mempengaruhi filsuf-filsuf setelahnya. Banyak fislsuf Islam yang menerjemahkan karya-karyanya dan mendasarkan pemikiran mereka pada karya Aristoles, meskipun mereka melakukan revisi dan pengembangan terhadap karya-karya itu. Suhrawardi, misalnya, mengambil pemikiran Aristoteles tentang definisi, lalu menambahnya dengan dasar pemikiran filsafat iluminasinya. Ia memadukan pemikiran Aristoteles dengan pandangan-pandangan Islam dan tradisi sufiistik Persia.

Pada jaman modern, pikiran Aristoteles memiliki banyak pengaruh, terutama dalam pemikiran kaum empiris dan filsuf filsafat analitis. Pemikiran Aristoteles yang besar pengaruhnya adalah pemikiran tentang bahasa yang dikaitkan dengan logika. Selain itu banyak logika modern yang dikembangkan berdasarkan logika Aristoteles. Pada pendukung Aristoteles, mereka menambah dan merevisi pemikirannya. Pada mereka yang menentang, mereka mengembangkan pandangan berdasarkan penolakannya terhadap Aristoteles. Adanya pro-kontra ini menunjukkan betapa Aristoteles memiliki pengaruh yang besar terhadap pemikiran manusia, sejak jama Yunani Klasik, Abad Pertengahan, sampai ke Abad Modern. Bahkan saat ini, mash banyak pemikir yang mendukung Aristoteles.

Dalam makalah ini akan dikemukakan dua buah pemikiran Aristoteles yang penting, yaitu 10 kategori tentang ‘ada’ dan aturan pembuatan definisi. Uraian tentang keduanya pada tulisan ini sudah mengalami beberapa revisi, namun pada dasarnya merupakan hasil pemikiran Aristoteles. Kedua pemikiran ini dikemukakan karena keduanya merupakan dasar dari kegiatan berpikir yang sistematis.

10 Kategori menurut Aristoteles

Salah satu karya penting dari Aristoteles ada penentuan kategori-kategori dari benda-benda. Ia menyusunnya dalam kategori-kategori tentang ada (being). Kategori ini didasarkan pada pengamatan terhadap kenyataan. Walaupun yang ditampilkan adalah ide, tetapi ide-ide itu mewakili kenyataan. Karena itu Aristoteles berangkat dari kenyataan-kenyataan. Berikut ini skema dari 10 kategori tentang ‘ada’.

Ke-10 kategori yang diajukan Aristoteles adalah: 1) Substansi, 2) kuantitas, 3) kualitas, 4) relatio (hubungan), 5) actio (tindakan), 6) passio, 7) temporal (kapan/waktu), 8) di mana (spatial/tempat), 9) silus (posture), dan 10) habitus.

Pembagian 10 kategori ini penting sekali pengaruh dalam proses berpikir yang sistematis. Meskipun pada kemudian hari ada beberapa filsuf yang memberikan kritik dan revisi terhadapnya, namun tak dapat dipungkiri, 10 kategori ini merupakan dasar pertama dari kegiatan berpikir yang sistematis dan analitis.

DEFINISI

Selain membuat 10 kategori tentang ada, Aristoteles juga mengemukakan pemikiran tentang definisi. Ia menyatakan beberapa jenis definisi dan aturan-aturan pembuatan definisi. Definisi adalah pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Definisi menjawab pertanyaan: apakah itu? Untuk dapat mendefinisikan suatu istilah kita harus tahu persis tentang hal yang didefinisikan.

Kendala yang sering muncul dalam pembuatan definisi di antaranya adalah 1) keterbatasan pengetahuan dan 2) keterbatasan istilah. Keterbatasan pengetahuan sering menyebabkan pembuatan definisi yang terlalu luas. Sedangkan keterbatasan istilah dapat menyebabkan adanya penggunaan istilah yang sama untuk mewakili hal yang berbeda. Kedua kendala ini menyebabkan sulit dicapai definisi yang 100 %

Ada berbagai jenis definisi. Pembedaan jenis itu dilakukan berdasarkan kesesuaiannya dengan hal/kenyataan yang diwakilinya.

Jenis-jenis Definisi

A. Definisi Nominal atau Sinonim:

Menerangkan arti kata.

Contoh:

- Introspeksi = menilai diri sendiri

- Inspeksi = memeriksa

- H P = Horse Power = Tenaga Kuda

B. Definisi Real atau Definisi Analitik

Definisi real adalah definisi yang menerangkan arti hal itu sendiri. Pembuatannya menuntut dilakukannya analisis terhadap hal yang akan didefinisikan.

Contoh: HP adalah daya gerak yang ada dalam mesin yang dinyatakan dengan daya gerak seekor kuda.

Definisi real dibagi menjadi:

1. Definisi esensial: menerangkan inti (esensi) dari suatu hal, yaitu jika definisi itu mengemukakan genus dan diferentia. Genus adalah kelompok besar atau kelas dari hal yang akan dijelaskan. Diferentia adalah ciri khas yang hanya ada pada hal yang didefinisikan. Ciri khas inilah yang membedakan suatu hal dengan hal lain.

Contoh: manusia adalah makhluk rasional. “Mahluk” adalah genusnya, “rasional” adalah diferentia spesifiknya. Definisi ini adalah definisi yang ideal dan mendekati hal yang didefinisikan.

2. Definisi deskriptif: mengemukakan segi-segi yang positif tetapi belum tentu esensial mengenai suatu hal :

a. Definisi distingtif: mengemukakan properties. Contoh: Oxygen adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, tak mempunyai rasa, 1105 kali dari berat udara, mencair pada suhu dibawah -115 derajat C .

b. Definisi genetik: mengemukakan asal mula atau proses terjadinya suatu hal. Contoh: air adalah zat yang terjadi dari gabungan 2 atom Hdrogen dan 1 atom Oxygen; lingkaran adalah bentuk geometris yang terdiri dari garis-garis lurus yang sama panjang yang terletak pada bidang datar dan berawal dari satu titik pusat .

c. Definisi kausal: menunjukan penyebab atau akibat dari sesuatu hal. Contoh: Lukisan adalah gambar yang dibuat oleh seorang seniman, arloji adalah alat penunjuk waktu.

d. Definisi aksidental: tidak mengandung hal-hal yang esensial dari suatu hal. Contoh: Dijual rumah. Luas tanah: 170 m2. Bangunan bertingkat dan pekarangan tertata rapih. Lokasi: Jl. Macan No. 30 Jakarta Pusat. Dilengkapi telepon dan AC. Lingkungan nyaman, aman, dan tentram.

Definisi real jarang bisa tercapai sepenuhnya karena seringkali ada karakteristik-karakteristik yang tak dapat disampaikan dengan kata-kata. Selain itu juga ada kendala kurangnya pengetahuan si pembuat definisi.

Selain itu, ada juga definisi yang dibuat dengan menggunakan contoh, misalnya: minuman yang sehat itu di antaranya air dan hasil perasan buah segar. Namun jenis definisi kurang memadai sebagai definisi karena tidak mencakup keseluruhan idea yang terkandung dalam istilah atau hal yang didefinisikan. Ada juga istilah yang tidak dapat didefinisikan karena langsung kontak dengan indera. Contoh: manis, pahit, dan sakit. Ada juga yang sulit didefinisikan karena istilah itu sangat umum. Contoh: “ada” (hanya dapat didefinisikan dengan cara membandingkannya dengan “tidak ada”, yang merupakan istilah di luar istilah yang didefinisikan). Contoh lain: “satu”, “benda”, dan “hal”.

Aturan membuat definisi.

1. Definisi harus lebih jelas dari yang didefinisikan jika tidak, maka definisi akan kehilangan fungsinya. Untuk itu harus diperhatikan catatan-catatan berikut ini:

a. Hindari istilah-istilah yang muluk. Contoh: “Manusia adalah alam semesta yang mengejawantah.” “Kewibawaan adalah pancaran nurani dan kedigjayaan manusia.”

b. Hindari istilah-istilah yang sulit dimengerti (tidak lazim). Misalnya: Pemimpin adalah orang yang bersifat ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani.

2. Definisi tidak boleh mengandung idea/istilah dari yang didefinisikan. Contoh: “Binatang adalah hewan yang mempunyai indera.” “Emosi adalah gejolak perasaan.” Definisi semacam ini dinamakan: Circular definition.

3. Definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas. Contoh: “Buku adalah sejumlah kertas yang terjilid.” Kalau dibalik: “Sejumlah kertas yang terjilid adalah buku.” Contoh yang salah: “Kecap adalah penyedap masakan.” Kalau dibalik: Penyedap masakan adalah kecap. Dalam hal ini pembalikan tidak tepat, karena penyedap makanan belum tentu kecap.

4. Definisi harus dalam kalimat positif (bukan negatif/pengingkaran). Contoh yang salah: “Gembira adalah keadaan tidak sedih.” “Manusia bukan binatang.”

Penutup

Demikianlah penjelasan tentang definisi yang didasarkan pada pemikiran Aristoteles. Aturan tentang definisi ini penting sekali dalam proses berpikir yang sistematis dan analitis. Dengan adanya batasan yang jelas, dapat dilakukan kegiatan berpikir yang konsisten dan konsekuen. Dengan demikian tertib berpikir dapat dicapai. Hal yang penting lagi dengan adanya pembatasan yang jelas, proses berpikir manusia terhindar dari skeptisisme. Sekali lagi, tidak salah kiranya kalau dikatakan bahwa Aristoteles merupakan “Peletak dasar sistematika berpikir.”***

Filsafat Sosial Marx: Usaha Meningkatkan Keberdayaan Filsafat dalam Menyelesaikan Masalah Kongkret

Kapitalisme banyak mendapat tentangan karena dianggap memiliki kecenderungan untuk mengeksploitasi manusia. Manusia pemilik modal akan cenderung dipengaruhi tindak-tanduknya oleh jalannya modal, sementara para pekerja diperas tenaganya untuk memenuhi tingkat produksi yang dinginkan pemilik modal. Begitu kritik yang muncul, paling tidak dari seorang filsuf sosial besar: Karl marx. Marx adalah tokoh yang sering menjadi sentral bagi pengajuan kritik terhadap kapitalisme. Pemikirannya tentang ‘materialisme-historis’ menjadi acuan banyak orang dalam melakukan kritik terhadap kapitalisme. Teori-teori yang diajukannya, seperti teori nilai lebih dan teori penumpukkan modal pada pengusaha, mempengaruhi banyak orang baik filsuf maupun politikus.

Niat yang disampaikan Marx pada awal-awal saat mengemukakan pemikirannya tentang masyarakat tanpa kelas terdengar mulia. Ia berniat untuk membebaskan manusia dari pengaruh mekanisme kekuasaan yang terdapat dalam kegiatan produksi. Pengusaha, menurutnya, mengambil lebih banyak dari pada apa yang diberikannya kepada buruh. Sehingga semakin-hari ia makin kaya, dan si buruh makin miskin. Lalu Marx mengajukan idenya tentang komunisme lewat uraiannya dalam Das Kapital. Ia menyerukan adanya persamaan kelas dalam masyarakat, dengan katalain ia menganjurkan dibentuknya masyarakat tanpa kelas. Hal inilah yang akan dibahas dalam makalah ini.

Dari Dialektika Abstrak ke Dialektika Kongkret

Pada awalnya Marx banyak dipengaruhi oleh Hegel. Saat itu Hegel seakan-akan telah memikirkan segala-galanya, sehingga Marx dan pengagum Hegel lainnya bertanya: “Adakah filsafat setelah Hegel?” Pertanyaan ini berangkat dari kekaguman Marx dan pengikut lainnya kepada Hegel. Dalam pemikiran Hegel seolah-olah roh semesta telah menemukan diri dan itu berarti bahwa sebuah perkembangan tak mungkin lagi. Pemikir-pemikir pasca Hegel seperti mengalami dilema dalam berpikir sambil bertanya-tanya filsafat apalagi yang dapat dihasilkan oleh mereka.Namun sampai juga saatnya, ada jalan keluar dari dilema pasca Hegel itu. Ditemukan bahwa realitas sosial-politik yang telah dipikirkan Hegel secara sempurna ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Realitas membuktikan pemikiran itu salah. Pemikiran itu mungkin sempurna, namun sempurna dalam dirinya sendiri. Ia kehilangan kesempurnaannya ketika dihadapkan dengan realitas. Marx melihat pemikiran Hegel belum dapat menyelesaikan masalah-masalah praktis. Sementara bagi Marx, filsafat harus menjadi praktis, harus bersifat membeaskan manusia dalam kegiatan-kegiatan praktis.

Satu pemikiran Hegel yang terkenal yang diambil Marx namun direvisi habis-habisan adalah konsep dialektika. Dengan dialektika Hegel mau menunjukkan perlunya proses perkembangan rasio yang berhadapan dengan berbagai rintangan, Dengan kata lain, dialektika Hegel adalah dialektika yang mement­ingkan adanya kontradiksi antara unsur-unsur yang ada dalam kehidupan ini (Sindhunata, 1983). Unsur-unsur itu harus dinegasi­kan satu dengan yang lain untuk bisa menghasilkan unsur yang lebih baik. Dalam pengertian Hegel, rasio harus melakukan refleksi atas rintangan-rintangan, tekanan-tekanan, dan kontradiksi-kontradiksi yang menghambat proses pembentukan diri dan sejarah. Rasio menjalani suatu refleksi terhadap proses rasio menjadi sadar atau refleksi atas asal-usul kesadaran.

Marx mengambil kerangka dialektika dari Hegel. Ia mengisi dialektika Hegel dengan kerangka materialisme-nya. Menurut Marx, dialektika Hegel masih kabur dan belum menghasilkan apa-apa bagi praxis karena tak jelas sasaran pragmatisnya. Marx membuka kesadaran akan adanya mekanisme-mekanisme obyektif hubungan penindasan dan menunjukkan cara pemecahan untuk keluar dari sana. Karena adanya mekanisme itu, manusia harus waspada bersikap kritis pada masyarakatnya. Individu tidak boleh menelan begitu saja pengaruh dari masyarakat dan objek-objek di sekitarnya.

Filsuf lain yang banyak berpengaruh terhadap Marx adalah Feuerbach yang mengemukakan bahwa agama adalah suatu keterasingan hakikat manusia dari manusia sendiri. Bagi Marx, kerangka pikiran Feuerbach ini memberikan dua hal: 1) suatu pengertian baru tentang di mana letak kekurangan prinsipil Hegel; 2) suatu kerangka untuk memahami seluruh realitas masyarakat. Dalam cahaya Feuerbach, Marx memahami filsafat Hegel sebagai pemikiran dalam keterasingan atau dalam abstraksi. Pikiran Hegel mencapai kesempurnaan sebatas pikiran atau ide. Pada kenyataannya, sesuatu yang dipikirkan itu jauh dari kesempurnaan. Perbedaan antara yang dipikirkan dan kenyataan dalam filsafat Hegel ini merupakan tanda bahwa pikiran Hegel ideologis. Dengan memikirkan saja kesempurnaan masyarakat, Hegel membiarkan masyarakat nyata tetap dalam keadaan buruk. Disini dapat dikatakan pikirannya mendukung kepentingan pihak-pihak yang beruntung dari keadaan buruk masyarakat. Dalam hal ini, Feuerbach membantu Marx mendeteksi segi ideologis dalam filsafat Hegel.

Dengan landasan dari Feuerbach pula, filsafat kemudian oleh Marx ditarik kepada aspek kongkretnya. Filsafat harus dapat membantu manusia melepaskan diri dari masalah-masalahnya, terutama irasionalitas. Filsafat haruslah dapat membebaskan manusia dari irasionalitas. Seperti yang sudah disinggung di atas Marx tetap mengambil konsep dialetika Hegel namun ia mengisinya dengan kerangka yang kongkret, yaitu kerangka materialisme historis.

Marx juga mengambil kritik agama Feuerbach untuk dijadikan sarana teoritis dari pemikiran-pemikirannya, terutama untuk menganalisis realitas sosial-politik pada zamannya yang tidak beres. Feuerbach yang mengkritik agama sebagai peralinasian hakikat manusia secara tidak benar, secara terasing, menggugah Marx untuk bertanya: “Mengapa manusia sampai merealisasi diri secara terasing?” Menurut Marx pertanyaan ini belum terjawab oleh Feuerbach. Marx-lah yang memberikan jawabnnya. Menurut Marx, manusia mau merealisasi dirinya dalam keterasingan karena kenyataan tidak memungkinkannya untuk merealisasikan diri. Kenyataan sosial-politik tidak memungkinkannya merealisasi diri sehingga manusia melarikan diri kepada agama. Agama hanya pelarian, bukan penyebab utama keterasingan manusia. Ada hal lain yang lebih utama yang menyebabkan manusia mengalinasi dirinya, yaitu kondisi dalam masyarakat. Marx menegaskan bahwa realitas masyarakat harus dianalisis agar faktor-faktor penyebab keterasingan itu dapat diidentifikasi dan dihilangkan.

Keterasingan primer ditemukenali oleh Marx dalam bidang produksi. Karena keharusan pembagian kerja, terbentu dua kelas sosial: para pemilik modal yang menguasai alat-alat kerja dan para pekerja yang mneguasai tenaga kerja. Karena tanpa alat-alat kerja, para pekerja tidak mampu bekerja, maka para pemiliki modal yang menguasai alat-alat produksi lebih berkuasa dan menjadi kelas yang berkuasa. Sedangkan para pekerja, kaum buruh kelas bawah, menjadi kelas yang dikuasai. Para buruh harus bekerja, selain untuk menghidupi dirinya, juga untuk menghidupi si pemilik modal. Di sini para buruh diatur oleh mekanisme kerja dan para penguasa mengambil jatah yang bukan haknya. Di sinilah keterasingan fundamental manusia: keterasingan dari dirinya sendiri dan orang lain.Keterasingan dari dirnya sendiri karena manusia harus menyangkal kekhasan individualnya dalam proses kerja. Keterasingan dari orang lain karena orang lain menjadi lawan kelas dan penindas atau kalau ia kawan sepekerjaan, menjadi saingannya di tempat kerja.

Marx melihat masalah keterasingan manusia adalah akibat dari dianamika sistem sosial. Oleh karena itu keterasingan manusia dalam segala dimensi hanya dapat diakhiri apabila sistem sosial yang menyebabkan adanya hak milik pribadi atas alat-alat produksi diakhiri. Dengan kata lain, bagi Marx sosialisme menjadi tuntutan dasar.

Permasalahan sosial yang dihadapinya membuat Marx makin menarik filsafat kepada aspek praktis. Marx melihat bahwa apa yang ditunjukkan Hegel dan filsuf-filsuf pendahulunya kurang bahkan tidak menyentuh praxis sehingga tidak bersifat membebasakan. Filsafat jadi ideologis dan kehilangan daya kritisnya yang kongkret. Hal ini jelas-jelas tampil dalam filsafat Hegel yang mengklaim dirinya sempurna namun jauh dari kenyataan sosial. Menghilangkan sifat ideologis dari filsafat merupakan usaha yang dilakukan oleh Marx. Ia mencoba meningkatkan keberdayaan filsafat pada saat bersentuhan dengan masalah-masalah praktis. Di sinilah sifat kritis dan emansipatif dari Marx, meskipun pada masa tuanya Marx juga menampilkan keortodoksan dirinya yang tercermin di antaranya dalam Das Kapital.